Jumat, 01 Mei 2015
laporan hasil observasi anak berkebutuhan khusus
PENGARUH PERILAKU AGRESIF ANAK TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSIONAL
(Untuk memenuhi nilai mata kuliah Pembelajaran ABK)
Disusun Oleh ,
Nama : Pera Renda
NIM : 06141281320011
Dosen pembimbing : Dra. Syafda Ningsih M.Pd
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
penanganan untuk anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku menjadi suatu tantangan tersendiri bagi penyelenggara pendidikan mengingat karakteristik dan kebutuhan anak yang berbeda-beda. Yaitu “anak yang secara kronis dan mencolok berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara yang secara sosial tidak dapat diterima atau pun secara pribadi tidak menyenangkan, tetapi masih dapat diajar untuk bersikap yang secara sosial dapat diterima, Anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku (children with emotional and behavior disorder) atau anak tunalaras adalah anak-anak yang kesulitan dalam beradaptasi dan bersosialisasi dalam masyarakat yang disebabkan oleh rendahnya kemampuan dalam hal mengatur emosi dan perilaku. Berdasarkan teori Kauffman (Sunardi, 2010: 10), “prevalensi secara umum mengenai anak yang berperilaku menyimpang terdapat berkisar lima hingga 20 persen atau bahkan lebih dari populasi anak di sekolah”. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan akan keberadaan anak dengan perilaku menyimpang terdapat juga di sekolah-sekolah umum yang tidak hanya terpusat di sekolah luar biasa. Perilaku menyimpang pada batas-batas yang wajar pada seorang anak masih dapat ditolerir atau diabaikan, namun apabila sudah menjurus dapat merugikan dirinya dan orang lain perlu ditangani secara sunguh-sungguh, karena dapat berakibat lebih fatal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka peneliti merumuskan masalah sebegai berikut :
1. apa yang dimaksud dengan anak yang agresif ?
2. Mengapa perilaku agresif pada anak harus ditangani ?
3. Bagaimana bentuk-bentuk perilaku agresif?
4. Bagaimana Teori perkembangan sosial erik erikson ?
5. Bagaimana teori emosional Daniel goleman?
6. Siapa anak agresif (Observasi) ?
7. Apa bentuk perilaku agresif yang di alami anak tersebut ?
8. Bagaimana pengaruh lingkungan dan keluarga terhadap anak tersebut?
9. terdapat masalah di perkembangan mana pada anak tersebut ?
10. bagaimana cara penanganan pada anak tersebut ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. apa yang dimaksud dengan anak yang agresif
2. Mengapa perilaku agresif pada anak harus ditangani
3. Bagaimana bentuk-bentuk perilaku agresif
4. Bagaimana Teori perkembangan sosial erik erikson
5. Bagaimana teori emosional Daniel goleman
6. Siapa anak agresif (Observasi)
7. Apa bentuk perilaku agresif yang di alami anak tersebut
8. Bagaimana pengaruh lingkungan dan keluarga terhadap anak tersebut
9. terdapat masalah di perkembangan mana pada anak tersebut
10. bagaimana cara penanganan pada anak tersebut
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat bagi keilmuan Pendidikan anak usia dini sebagai informasi dan gambaran untuk mengetahui ekspresi anak agresif yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program penanganan anak agresif.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Dapat membantu siswa untuk mengenal emosinya sehingga akan lebih memudahkan anak untuk mengelola emosi yang dirasakan serta mengajarkan anak untuk memahami ekspresi emosi yang ditunjukkan oleh orang lain. Dengan ekspresi emosi anak yang semakin tertata maka perlahan perilaku agresif anak akan berkurang.
b. Bagi Pihak Sekolah
Hasil penelitian dapat dijadikan acuan untuk penyusunan treatmen penanganan untuk anak di sekolah. Karena pemetaan tentang ekspresi emosi anak dapat digunakan untuk mengetahui posisi anak dalam tingkat tugas perkembangan emosinya. Dengan demikian setelah anak diketahui keberadaannya dalam tugas perkembangan emosi, treatmen penanganan anak dapat disusun sesuai dengan tugas perkembangannya.
BAB II
DASAR TEORI
1. Pengertian agresif
Agresif berarti cenderung (ingin) menyerang kepada sesuatu yang di pandang sebagai hal yang mengecewakan, menghalangi atau menghambat. (KBBI: 1995:12). Perilaku ini dapat membahayakan anak atau orang lain misalnya, menusukkan pensil yang runcing ke tangan temannya atau mengayun-ayunkan tasnya sehingga mengenai orang yang berada disekitarnya.
Kata agresif berasal dari bahasa latin yaitu “agredi” yang berarti menyerang atau bergerak kedepan dalam psikologi agresif mengandung dua makna yakni yang baik (good sense) dan yang buruk (bad sense). Agresi dalam makna baik merupakan tindakan untuk meraih kesuksesan meskipun dihadangoleh berbagai rintangan misalnya ingin memperoleh perhatian dari lingkungan, menyatakan suatu kemauan dll. Sedangkan agresi dalam makna buruk merupakan agresi benci, yaitu agresi yang dilakukan semata-mata sebagai pelampiasan keinginan untuk menyakiti atau melakukan tindakan tanpa tujuan selain untuk menimbulkan efek kerusakan atau kesakitan pada korban (Nurlaela, 2003:19).
Poerdarmita (1995:91) memberikan pengertian perilaku agresif sebagai suatu perbuatan menyerang.
Kartono (1991:42) menyatakan bahwa perilaku agresif adalah perilaku yang yang dilakukan seseorang dapat berbentuk kemarahan yang meluap-luap, tindakan yang sewenang-wenang , penyergapan, kecaman, wujud perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan dan kesakitan pada orang lain.
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif anak adalah perilaku negative yang dilakukan oleh anak yang dapat mengganggu, menyakiti dan merugikan orang lain maupun benda-benda disekitar. Perilaku yang negative tersebut dapat berupa perkataan (mengejek, mengolok,menghina dan berbicara kasar) dan perbuatan ( berkelahi, mengganggu, merusak, menendang, memukul, dll).
2. Bentuk-bentuk perilaku agresif
Bentuk perilaku agresif memiliki karakteristik yang sangat beragam, dari yang ringan hingga yang berat, dan biasanya dapat dinyatakan secara perkataan (verbal) dan perbuatan (non verbal). (haerudin, 2002:30-31).
Perilaku agresif secara verbal memiliki cirri-ciri, antara lain adanya penggunaan bahasa kasar, sering bertengkar mulut, mengkritik dengan pedas, menghina dan memanggil orang lain dengan nama yang tidak disukai orang lain. Sedangkan cirri-ciri perilaku agresif secara fisik atau non verbal antara lain menggigit, mendominasi, berkelahi, memukul serta perilaku destruktif lain yang mengganggu kesenangan dan ketenangan orang lain.
Bentuk-bentuk perilaku agresif di kelompokkan ke dalam beberapa kecenderungan perilaku agresif, yang meliputi :
a. Kecenderungan untuk menonjolkan atau membenarkan diri (self-asertion), seperi: menyombongkan diri dan memojokkan orang lain.
b. Kecenderungan untuk menuntut meskipun bukan miliknya (possession), seperti merampas barang kepunyaannya bila diambil orang lain dan suka menyembunyaikannya dari orang lain.
c. Kecenderungan untuk menganggu (teasing) seperti mengejek orang lain dengan kata-kata yang kejam, menyembunyikan barang milik orang lain dan menyakiti orang lain.
d. Kecenderungan untuk mendominasi (dominance) seperti tidak mau ditentang baik pendapat atau perintahnya dan suka menguasai orang lain.
e. Kecenderungan untuk menggertak (bullying) seperti memandang orang lain engan benci.
f. Kecenderungan untuk menunjukkan permusuhan secara terbuka ( open hostility) seperti bertengkar berkelahi dan mencaci maki.
g. Kecenderungan untuk berlaku kejam dan suka merusak (violence & destruction) seperti menentang disiplin dan melukai orang lain secara fisik.
h. Kecenderungan untuk menaruh rasa dendam (revenge) seperti melukai dengan kata-kata.
Menurut (Handayani:2000) Bentuk-bentuk perilaku agresif yang sering ditunjukkan oleh anak, yaitu :
1. Penyergapan secara fisik seperti mencubit dan memukul
2. Penyerangan dengan menggunakan benda misalnya memukul dengan buku.
3. Penyerangan dalam bentuk verbal misalnya mengejek dan menghina.
4. Pelanggaran hak milik misalnya mengambil secara paksa barang yang bukan miliknya.
3. faktor-faktor penyebab perilaku agresif pada anak
1. faktor keluarga
Beberapa factor keluarga yang dapat menyebabkan perilaku agresif anak, antara lain :
a. Pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisten.
b. Sikap pesimis orang tua.
c. Sikap orang tua yang keras dan penuh tuntutan.
d. Gagal memberikan hukuman yang tepat.
e. Memberi hadiah kepada perilaku agresif atau memberikan hukuman untuk perilaku prososial.
f. Kurang memonitor dimana anak berada.
g. Kurang memberikan aturan.
h. Tingkat komunikasi verbal yang rendah antara orang tua dan anak.
i. Gagal menjadi model yang baik dalam membiasakan perilaku prososial dan keterampilan memecahkan masalah.
j. Orang tua yang depresif yang mudah marah.
2. faktor sekolah
Beberapa anak sudah mulai mengalami masalah emosi atau perilaku sebelum mereka mulai masuk sekolah. Sedangkan anak yang lainnya mulai menunjukkan perilaku agresif ketika mulai bersekolah. Temperamen anak dan kompetensi social yang dimilikinya bersama dengan perilaku teman-teman serta guru dapat berperan dalam munculnya masalah emosi dan perilaku. Kondisi yang dialami anak dengan masalah emosi dan perilaku dapat menjadi berbahaya jika anak yang menampilkan perilaku agresif di tolak oleh lingkungannya. Hal ini akan membuat anak merasa tidak nyaman dan akhirnya makin menampilkan perilaku yang agresif.
Dapat saja terjadi guru dan teman sebaya merupakan model dari perilaku agresif dan anak mencontoh perilaku tersebut.
3. Faktor budaya
Berbagai pengaruh budaya yang spesifik mempengaruhi lui tingkat kekerasan yang ditampilkan di media, terutama televisi.
Beberapa akibat penayangan kekerasan di media yaitu sebagai berikut :
a. Mengajari anak dengan tipe perilaku agresif dan ide umum bahwa segala masalah dapat diatasi dengan perilaku agresif.
b.Anak menyaksikan bahwa kekerasan bisa mematahkan rintangan terhadap kekerasan dan perilaku agresif, sehingga perilaku agresif tampak lumrah dan bisa diterima.
c. Menjadi tidak sensitive dan terbiasa dengan kekerasan dan penderitaan.
Teman sebaya juga merupkan sumber yang paling mempengaruhi anak. Ini merupakan factor yang paling mngkin terjadi ketika perilaku agresif dilakukan secara berkelompok. Ada teman yang mempengaruhi mereka agar melakukan tindakan-tindakan agresif terhadap anak lain. biasanya ada ketua kelompok yang dianggap sebagai yang jagoan, sehingga perkataan dan kemauannya selalu diikuti oleh teman-temannya.
4. Teori perkembangan sosial erik erikson
Teori Erik Erikson Dalam Pengembangan Psikososial Manusia
Dalam bukunya “Childhood and Society” (1963), Erikson membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai perkembangan ego dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah “delapan tahap perkembangan manusia”. Kedelapan tahap perkembangan manusia dalam teori psikososial Erikson tersebut adalah sebagai berikut:
1. Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan). Tahap ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1 ½ tahun (infancy)P
Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang lain.
2. Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu. Tahap kedua ini adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 1- 3 tahun (Early Childhood)
Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian. Anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu.
3. Inisiatif vs Kesalahan. Tahap inidialami saat anak menginjak usia 4-5 tahun (preschool age). T,maka di,
Ketidakpedulian (ruthlessness) merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal ini terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlalu minim. Orang yang memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu apabila mereka mempunyai suatu rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau karir mereka tidak peduli terhadap pendapat orang lain dan jika ada yang menghalangi rencananya apa dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan demi mencapai tujuannya itu. Akan tetapi bila anak saat berada pada periode mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak selalu merasa bersalah akan mengalami malignansi yaitu akan sering berdiam diri (inhibition). Berdiam diri merupakan suatu sifat yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk mencoba melakukan apa-apa, sehingga dengan berbuat seperti itu mereka akan merasa terhindar dari suatu kesalahan.
4. Kerajinan vs Inferioritas. Tahap ini adalah tahap laten yang terjadi pada usia 6-12 tahun (school age)di tingkat ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya.
Tahap ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang pada awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring bertambahnya usia bahwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat berhasil dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan sikap rajin. Jika anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas), anak dapat mengembangkan sikap rendah diri.
5. Identitas vs Kekacauan Identitas. Tahap ini merupakan tahap adolesen (remaja), dimulai saat masa puber dan berakhir pada usia 12-18/anak harus mencapai tingkat identitas ego. DDalam tahap ini lingkungan semakin luas, tidak hanya berada dalam area keluarga, sekolah,HalArtinya pencarian identitas ego telah dijalani sejak berada dalam tahap pertama/bayi sampai iaApabila tahap-tahap sebelumnya tidak berjalan secara baik karena
Di sisi lain, jika kecenderungan identitas ego lebih kuat dibandingkan dengan kekacauan identitas, maka mereka tidak menyisakan ruang toleransi terhadap masyarakat yang bersama hidup dalam lingkungannya. Erikson menyebut maladaptif ini dengan sebutan fanatisisme. Orang yang berada dalam sifat fanatisisme ini menganggap bahwa pemikiran, cara maupun jalannyalah yang terbaik. Sebaliknya, jika kekacauan identitas lebih kuat dibandingkan dengan identitas ego maka Erikson menyebut malignansi ini dengan sebutan pengingkaran. Orang yang memiliki sifat ini mengingkari keanggotaannya di dunia orang dewasa atau masyarakat. Mereka akan mencari identitas di tempat lain dari kelompok yang menyingkir dari tuntutan sosial yang mengikat serta mau menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam kelompoknya.
Kesetiaan akan diperoleh sebagi nilai positif yang dapat dipetik dalam tahap ini, jikalau antara identitas ego dan kekacauan identitas dapat berlangsung secara seimbang, yang mana kesetiaan memiliki makna tersendiri yaitu kemampuan hidup berdasarkan standar yang berlaku di tengah masyarakat terlepas dari segala kekurangan, kelemahan, dan ketidak konsistennya.
6. Keintiman vs Isolasi. Tahap ini terjadi pada masa dewasa awal(young adult), usia sekitar 18/20-30 tahun. PmampuDari segi
Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks teorinya, cinta berarti kemampuan untuk mengesampingkan segala bentuk perbedaan dan keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang dimaksudkan di sini tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain.
7. Generativitas vs Stagnasi. Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 20-an - 55 tahun (middle adult). Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas dicerminkan dengan . Sikap yang
Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat dipetik yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generasional dan otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi/hubungan yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada usia dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila orang dewasa merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka alami serta memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa, sehingga hubungan diantara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung dengan baik dan menyenangkan.
8. Integritas vs Keputusasaan. Tahap ini disebut tahap usia senja (usia lanjut) . DIni merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, dimana,
5. Teori perkembangan emosional menurut Daniel goleman
1. Daniel Goleman (Hariwijaya, 2005: 7) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi adalah :
a. Kemampuan seseorang untuk mengenali emosi pribadinya sehingga tahu kelebihan dan kekurangnnya;
b. Kemampuan sesorang untuk mengelola emosi tersebut;
c. Kemampuan seseorang untuk memotivasi dan memberikan dorongan untuk maju kepada diri sendiri;
d. Kemampuan seseorang untuk mengenal emosi dan kepribadian orang lain;
e. Kemampuan seseorang untuk membina hubungan dengan pihak lain secara baik. Jika kita memang mampu memahami dan melaksanakan kelima wilayah utama kecerdasan emosi tersebut, maka semua perjalanan bisnis atau karier apapun yang kita lakukan akan lebih berpeluang berjalan mulus.
2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi
Daniel Goleman (2005: 58-59) Aspek-aspek Kecerdasan Emosi menurut Salovey yang menempatkan kecerdasan pribadi Gardner yang mencetuskan aspek-aspek kecerdasan emosi sebagai berikut :
a. Mengenali emosi diri
Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Aspek mengenali emosi diri terjadi dari: kesadaran diri, penilaian diri, dan percaya diri. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosi, para ahli psikologi menyebutkan bahwa kesadaran diri merupakan kesadaran seseorang akan emosinya sendiri.
b. Mengelola emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan inividu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu.
c. Memotivasi diri sendiri
Dalam mengerjakan sesuatu, memotivasi diri sendiri adalah salah satu kunci keberhasilan. Mampu menata emosi guna mencapaitujuan yang diinginkan.Kendali diri secara emosi, menahan diri terhadap kepuasan dan megendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan di segala bidang.
d. Mengenali emosi orang lain
Kemampuan mengenali emosi orang lain sangat bergantung pada kesadaran diri emosi. Empati merupakan salah salah satu kemampuan mengenali emosi orang lain, dengan ikut merasakan apa yang dialami oleh orang lain. Menurut Goleman (2005: 59) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang
tersembunyi dan mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan oleh oaring lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
e. Membina hubungan dengan orang lain
Kemampuan membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas,
kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Orang yang dapat membina hubungan dengan orang lain akan sukses dalam bidang apa pun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.
Menurut Goleman (2005: 274) ada tujuh unsur kemampuan anak yang berkaitan erat dengan kecerdasan emosi adalah
a. Keyakinan
Perasaan kendali dan penguasaan seseorang terhadap tubuh, perilaku, dan dunia; perasaan anak bahwa ia lebih cenderung berhasil daripada tidak dalam apa yang dikerjakannya,dan
bahwa orang-orang dewasa akan bersedia menolong.
b. Rasa ingin tahu
Perasaan bahwa menyelidiki sesuatu itu bersifat positif danmenimbulkan kesenangan.
c. Niat
Hasrat dan kemapuan untuk berhasil, dan untuk bertindak berdasarkan niat itu dengan tekun, ini berkaitan dengan perasaan terampil, perasaan efektif.
d. Kendali diri
Kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan tindakan dengan pola yang sesuai dengan usia; suatu rasa kendali batiniah.
e. Keterkaitan
Kemampuan untuk melibatkan diri dengan orang lain berdasarkan pada perasaan saling memahami.
f. Kecakapan berkomunikasi
Keyakinan dan kemampuan verbal untuk bertukar gagasan, perasaan dan konsep dengan orang lain. Ini ada kaitannya dengan rasa percaya pada orang lain dan kenikmatan terlibat
dengan orang lain, termasuk orang dewasa
g. Koperatif
Kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhannya sendiri dengan kebutuhan orang lain, termasuk orang dewasa. Apabila unsur-unsur di atas dapat terpenuhi dengan baik, akan mempermudah peserta didik untuk mencapai keberhasilan dalam menguasai, mengelola emosi dan memotivasi diri yang berkaitan erat dengan kecerdasan emosi.
3. Faktor-faktor kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi juga akan dipengaruhioleh beberapa factor penting penunjangnya. Menurut Goleman (Casmini, 2007: 23-24) ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain :
a. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri seseorang. Setiap manusia akan memiliki otak emosional yang di dalamnya terdapat sistem saraf pengatur emosi atau lebih dikenal dengan otak emosional. Otak emosional meliputi keadaan amigdala, neokorteks, sistem limbik, lobus prefrontal dan keadaan lain yang lebih kompleks dalam otak emosional.
b. Faktor eksternal adalah faktor pengaruh yang berasal dari luar diri seseorang. Faktor eksternal kecerdasan emosi adalah faktor yang datang dari luar dan mempengaruhi perubahan sikap. Pengaruh tersebut dapat berupa perorangan atau secara kelompok.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisis
Nama : Fitri
Kelas : TK al kausar
Usia : 4 tahun 9 bulan
Anak ke : 5 (Lima)
Alamat : perumahan interbis , perumnas talang kelapa , km.10
Nama orang tua
Ibu : Wirawati
Umur : 34 tahun
Ayah : Asrul
Umur : 37 tahun
Alamat : perumahan interbis , perumnas talang kelapa , km.10
Pekerjaan orang tua
Ibu : Wiraswasta
Ayah : Sopir Truk
Cerita Latar
Pada saat awal penelitiaan, sekitar pukul 4 sore peneliti melihat fitri sedang asyik kesana kemari melewati permainan disaat teman-teman lainnya sedang bermain cak engkling , dengan membawa uang 5000 yang dilipat memanjang di tangannya.
TABEL HASIL OBSERVASI
ANAK AGRESIF
NO NAMA DESKRIPSI OPINI KET/wktu
1.
Fitri
Tangan kanan memegang benda dan mendekatkan di hidungnya dengan waktu yang agak lama sambil mata berputar kea rah kanan dan kiri
Kaki di gerakkan maju secara perlahan kemudian pantat di arahkan menurun ke lantai jalan di atas sebuah garis berwarna hitam
Seorang anak mengarahkan kaki menuju anak dan pantat diarahkan menurun ke lantai jalan sambil mulut mengeluarkan suara sedang kearah wajah fitri anak sedang menempelkan uang dihidung sambil memperhatikan teman bermain
anak mendekat dan duduk di atas permaninan cak engkling
anak mendekati fitri dan membujuk agar fitri menjauh Kamis 23 april 2015
Anak yang bermain mengarahkan kaki menelusuri kotak demi kotak kemudian badan diarahkan kebawah dan kaki kiri diarahkan ke atas 90 derajat. Tangan di arahkan menuju fitri dengan tenaga agak keras sehingga badan fitri bergerak kea rah belakang
Anak yang bermain mendekat , fitri langsung mengarahkan tangan kiri nya ke atas sambil jari nya menggenggang dengan penuh tenaga
Sebuah kendaraan bergerak dengan kecepatan rendah kearah kanan fitri , fitri tanpa suara dan gerakan sambil matanya melihat kearah kendaraan bergerak
Tangan fitri di pegang dan di arahkan jauh dari kotak permainan oleh anak lain , fitri langsung menggenggam erat tangannya keatas dan kaki bergerak kearah anak lain, benda di tangannya di arahkan ke teman dengan tenaga
Fitri tanpa gerakan sambil tangan di arahkan ke rambut agak lama , semua teman menggerakkan kaki kearah jauh dari fitri Seorang anak mendapat giliran bermain cak engkling lalu anak mendorong fitri sehingga fitri terdorong ke belakang
Anak mendekat dan fitri langsung bersiap untuk memukul anak tersebut
Motor melewati sebelah kanan fitri dan fitri tetap duduk diam sambil memperhatikan motor
Anak lain menarik fitri menjauh dari tempat bermain namu fitri langung ingin memukul anak tersebut
Fitri duduk sendirian sambil memegang rambut dan anak lain pergi meninggalkan fitri sendiri
Kondisi Sosial/Ekonomi
a. Sosial
Hubungan dalam bermasyarakat sangat kurang. Karena ibu yang sibuk dan pulang kerja sip-sipan di interbis dan bekerja tambahan menjual kue titipan kewarung sehingga jarang ada waktu keluar , kemudian ayah yang sibuk dengan pekerjaannya sendiri dan pulang hanya seminggu sekali.
b. Ekonomi
Untuk kebutuhan Ekonomi termasuk cukup.
Riwayat Anak
a. Riwayat Kelahiran
Kehamilan
Pernah mengalami keguguran sebelumnya? Tidak
Apakah mengalami stress pada saat Hamil? Tidak
Apakah pernah jatuh pada saat hamil? Tidak
Apakah pernah mengajak berbicara pada bayi yang dikandung? Pernah
Pernahkan mendengarkan musik pada bayi yang dikandung? Tidak
Pernahkah pergi Rekreasi pada saat mengandung? Tidak
Kelahiran
Umur Kandungan saat Lahir : 9 bulan
Saat kelahiran dengan Cara : Normal
Tempat Kelahiran : Bidan Trismarini perumnas talang kelapa
Ditolong Oleh : Bidan
Berat Bayi : 3 kg
b. Riwayat Makanan
Minum ASI usia : 1,5 Tahun
Minum susu Botol : 3 Tahun
Dari umur berapa susah makan : 3 tahun
Apakah suka makanan ringan : sering
c. Riwayat Perkembangan Fisik
Telungkup: 9 bulan,Duduk: 12 bulan,Berdiri: 1 tahun 4 bulan , Berjalan: 1 tahun 6 bulan ,Berbicara Kata Pertama: 1 tahun 10 bulan
d. Factor Sosial dan Personal
Hubungan dengan Teman : Kurang
Sikap Orang Tua terhadap anak : Baik
Sikap terhadap masalah Belajar saat didalm Kelas : Kurang
Sikap terhadap Pelajaran yang berada diluar Kelas : Kurang
e. Riwayat Pendidkan
Masuk TK Umur 4 Tahun
Kesulitan Anak : Agresif (kecendrungan untuk menunjukan permusuhan secara terbuka seperti bertengkar berkelahi dan mencaci maki)
B. Sintesis
Dari data diatas, sesuai dengan pengamatan penulis sintesis yang diperoleh mengenai Fitri adalah dia berasal dari keluarga yang cukup dalam ekonomi. Kehidupan dari keluarga Fitri baik,namun ke empat kakak fitri malas bersekolah dan bahkan ada yang berhenti melanjutkan sekolahnya, dan tetapi fitri memiliki sifat yang agresif,saat bermain dengan teman-temannya dia tidak ingin diganggu dan tidak mau saling berbagi terhadap temannya. Suka mengatakan sesuatu dengan nada suara tinggi/berteriak. Berteriak atau berbicara keras, jika dilakukan terus menerus menjadi tidak enak didengar,kemudian suka Meminta orang lain untuk membantu pada pekerjaan yang sebenarnya mampu dilakukannya sendiri. Tidak pernah mendengarkan nasehat Orang lain tentang hal yang buruk tentang dirinya. Dengan melihat kedua orang tuanya yang lumayan sibuk,hanif memiliki sifat agresif karena kurang perhatian dari orang tuanya.
C. Diagnosis
Ada 3 asumsi yang menyebabkan perilaku agresif:
1. Agresifitas merupakan perilaku instink keturunan yang kemudian terbentuk melalui proses evolusi dikendalikan terutama oleh stimulus tertentu. Asumsi tentang semua orang terlahir agresif perlu dipertanyakan karena tidak didukung oleh bukti-bukti yang cukup. Hasil penelitian justru menunjukkan bahwa interaksi seseorang dengan lingkungannya merupakan faktor yang lebih dominan yang menyebabkan perilaku agresif ini muncul.
2. Perilaku agresif merupakan respons terhadap kelainan hormon dan susunan biokimiawi tubuh. Belum ditemukan bukti yang cukup untuk menunjukkan bahwa struktur biokimiawi tubuh dapt menyebabkan perilaku agresif, meskipun penggunaan obat dan perubahan hormon memang dapat menyebabkan seseorang agresif.
3. Perilaku agresif merupakan getaran-getaran elektrik yang terjadi pada system saraf pusat. Mekanisme otak mempengaruhi perilaku, sehingga agresifitas dapat disebabkan oleh hasil pengamatan pada kasus gegar otak atau stimulasi elektrik dan kimiawi pada otak yang dapat menyebabkan perilaku agresif.
4. Sehingga dapat ditarik kesimpulan, bahwa semua jenis perilaku, termasuk perilaku agresif, melibatkan proses neurologis. Faktor biologis juga bukan satu-satunya faktor yang mengendalikan perilaku.
Berdasarkan berbagai hasil penelitian, Kauffman (1985) membuat generalisasi tentang konsep-konsep teori belajar social mengenai agresif, yakni sebagai berikut:
1. Anak terbentuk menjadi agresif dengan mengamati model atau contoh. Anak dapat meniru perilaku agresif yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya, yaitu anggota keluarga, anggota masyarakat, teman sebaya, atau tokoh yang dikenal melaui media (bacaan, Koran, radio, TV, internet) baik tokoh nyata maupun fiktif. Perilaku agresif kemungkinan besar ditiru oleh anak jika tokoh tersebut berasal dari lingkungan sosial yang lebih tinggi. Anak terbiasa melakukan tindakan agresif ini jika dia merasa bahwa apa yang dilakukannya tidak menimbulkan konsekuensi negatif, bahkan menimbulkan konsekuensi positif ( misalnya anak akan mendapatkan hadiah yang diinginkannya).
2. Perilaku agresif akan muncul jika anak memperoleh stimulus yang tidak menyenangkan, kemauannya dihalangi, atau hal-hal yang disenanginya tersebut direbut atau dikurangi.
3. Faktor yang mendorong perilaku agresif meliputi penguat eksternal (imbalan) dan penguat diri (perasaan harga dirinya naik, kebanggaan, kepuasan karena keinginannya tercapai).
4. Agresi didukung oleh proses kognitif yang mengevaluasi tindakan kekerasan.
5. Hukuman akan meningkatkan perilaku agresif jika tidak disediakan alternatif positif atas perbuatan yang dihukum tersebut.
D. Proknosis (Langkah Awal)
Saat mengatasi anak agresif tak jarang membuat orangtua kewalahan. Orangtua yang tidak sabar, cenderung emosi saat menghadapi anak agresif. Pengertian dan kesabaran menjadi kunci dalam menghadapi anak agresif. Meski Anda emosi, jangan pernah menggunakan kekerasan untuk menghukum anak Anda. Ada yang berpikir, dengan pukulan, anak akan berhenti berperilaku buruk. Menghentikan perilakunya itu mungkin saja. Tapi itu hanya untuk sementara.Anak menghentikan perilaku buruknya karena takut akan dipukul lagi, bukan karena ia menyadari perbuatannya salah. Bahkan mungkin saja ia akan mengulangi perbuatannya lebih buruk lagi untuk membuat orangtuanya lebih kesal dan jengkel.
Jika memang anak harus dihukum, Anda bisa memberikan hukuman lain tanpa menggunakan kekerasan atau pukulan. Misalnya saja memperingatkannya dengan kata-kata, melarangnya menonton televisi, menyuruhnya duduk di pojok ruangan memikirkan perbuatannya yang salah, dan lainnya.Saat anak agresif mulai beraksi, cobalah berusaha untuk menenangkannya. Jika ia memberontak, coba peluk dan tanyakan apa yang diinginkannya. Jika ia menuruti semua nasehat Anda, jangan segan-segan untuk memujinya dan memberinya pelukan hangat.Cobalah untuk mengajarkan anak Anda bagaimana untuk mengungkapkan perasaan. Mintalah ia untuk bicara pada Anda saat ada sesuatu yang membuatnya merasa terganggu atau membuatnya menjadi emosi dan marah. Jelaskan bahwa meluapkan emosi dengan memukul atau menyakiti orang lain sangatlah tidak baik.
Jika anak Anda berhasil mengendalikan emosinya, berilah ia pujian atau bahkan hadiah yang ia inginkan. Hal itu akan memicu anak agresif untuk berusaha mengendalikan emosinya. Mungkin awalnya karena berharap hadiah, tapi lama-lama ia pun akan terbiasa.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat di simpulkan bahwa perilaku agresif adalah tingkah laku yang di tunjukan seseorang cenderung bersifat merusak dan merugikan orang lain serta lingkungan di sekitar mereka secara tidak terkontrol atau tidak terkendali. Yang termasuk perilaku agresif adalah perilaku yang berakibat pada penderitaan orang lain dan kerusakan barang atau benda.penderitaan dapat bersifat psikis (dalam bentuk turunnya harga diri dan kehormatan) maupun fisik. Terdapat 4 asumsi utama penyebab perilaku agresif, yaitu faktor biologis, psikodinamika, frustasi-agresif, dan teori belajar sosial.
Perilaku menyakiti diri sendiri biasanya dilakukan oleh penyandang tunalaras tingkat berat, yaitu psikotik, autistik, atau schizopherinik yang dengan sengaja menyakiti diri sendiri secara berulang-ulang dalam berbagai bentuk perilaku yang menyebabkan luka tubuh dan tindakan tersebut dilakukan dengan intensitas, kecepatan, dan kemauan yang tinggi.
B. Saran
Pihak sekolah dan pihak orang tua harus bekerja sama dalam memahami dan mengerti keinginan anak agar dapat ditentukan tindakan yang tepat untuk mengendalikan perilaku agresif dan menyakiti diri anak sendiri. Adanya sarana dan model pembelajaran khusus bagi anak tunalaras yang diberikan oleh para ahli yang terbiasa menangani anak tunalaras yang bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan sifat ketunalarasan pada anak, sehingga anak mampu mimiliki kepribadian yang baik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
love u sayang
BalasHapus